Saya adalah seorang pemuda paskibra, tepatnya lulusan SMA yang dulunya mengikuti ekstrakulikuler Paskibra. Bukan sembarang paskibra, tapi paskibra yang luar biasa.
Semua
berawal ketika MOS (Masa Orientasi Siswa) di SMA. Hari itu (entah hari
ke-berapa) telah selesai dilaksanakan Demo Ekstrakulikuler sekolah. Sebenarnya saya
ikut bergabung dalam demo ekstrakulikuler PMR atas permintaan senior dan teman SMP saya.
Awalnya saya memutuskan untuk mengikuti ekstrakulikuler PMR tersebut, namun
teman saya (sebut saja Ahmad) menghasut saya agar mengikuti ekstrakulikuler
Paskibra. Berhubung rasa penasaran saya terhadap paskibra juga muncul, alhasil
saya mengisi formulir pendaftaran. Kalau boleh dibilang terpaksa, betul saya
sangat terpaksa. Terpaksa karena belum sepenuhnya yakin dengan minat paskibra
saya. Dan ternyata keputusan saya itu menimbulkan reaksi yang cukup menggelikan.
Pada akhirnya saya tercap sebagai pengh**n*t
oleh teman-teman PMR. Tapi saya tidak ambil pusing, hanya takut saja sesekali
hahaha.
Oke
sekarang topiknya Paskibra. Satu hari setelah pengisian formulir adalah hari
dimana berkumpulnya para calon anggota baru Paskibra sekolah. Sudah terduga
bahwa akan ada game-game berkelompok. Selain itu juga sudah pasti ada tes-tes tertentu.
Dan di hari itu pula kami dikejutkan dengan sebuah permasalahan yang
menyangkut-pautkan kami, para calon anggota baru. Setelah berbagai aksi terjadi, ternyata itu hanyalah
tradisi tahunan untuk mencari calon pemimpin anggota angkatan saya. Ya, akhirnya
kami, 21 orang yang awalnya hanya calon anggota, akhirnya resmi menjadi anggota
tahun ke-21 (angka cantik bukan? Beberapa orang mengatakan bahwa angkatan kami
adalah angkatan Bioskop).
Selepas
kegiatan itu, kegiatan selanjutnya tidak lain adalah latihan, event internal,
dan juga event eksternal seperti lomba. Omong-omong saya bingung mau bagaimana
menceritakan yang satu ini. Intinya saya diberi mandat oleh Ketum saat itu untuk
menjadi pemimpin angkatan 21, namun saya tidak sendirian tentunya. Saya didampingi
oleh rekan perempuan saya, Ryani Amalia. Ya, saya menjabat sebagai Palu (Pak
Lurah), dan Ryani menjabat sebagai Bulu (Bu Lurah).
Selama
tiga tahun di SMA tepatnya bersama angkatan 21 ini banyak terjadi hal-hal yang
“selalu” ditaburi oleh kekonyolan, mulai dari kegiatan yang menyenangkan sampai
kegiatan yang menjengkelkan. Dari situlah rasa cinta kami terhadap satu sama
lain timbul. Perasaan cinta yang sulit diungkapkan oleh kata-kata. Selama ini
kami tertawa dan menangis bersama keluarga kecil yang tak terkalahkan oleh
persahabatan manapun. Dan ada satu kejadian yang paling sulit dilupakan
(mungkin), yaitu tragedi “Difference of Grade” di Sempur (Ampun ya, Akang dan
Teteh). Sebetulnya sudah terlalu banyak kejadian konyol yang tak terlupakan yang
ingin saya tuliskan, tapi mana sanggup merangkai kronologi kejadiannya satu per
satu.
Selama
tiga tahun tahun itu pula “seleksi alam” berlaku. Saya, tepatnya Kami, kehilangan
banyak anggota. Namun Alhamdulillah,
ada juga anggota baru yang berminat bergabung dengan kami. Sampai akhirnya lulus
dari SMA kami dengan 11 anggota “TERKUAT” tetap menjadi Dua Puluh Satu yang mudah-mudahan
bertahan hingga kami tua, bahkan hingga ajal menjemput (lebay ga sih?).
Saat
ini, hampir setahun kami terpisah dari 21 yang terikat lingkungna sekolah. Kami
harus melanjutkan pendidikan kami masing-masing. Sedih tentunya karena kini
anggota Dua Puluh Satu berpencar masing-masing untuk melanjutkan kuliahnya.
Tapi beberapa kali kami menyempatkan diri untuk berkumpul dan melepas rindu
bersama, meskipun kami tidak pernah berkumpul secara lengkap lagi. Apa boleh
buat? Jarak dan rutinitas baru kami yang kini merupakan penghalang paten bagi kami
untuk bertatap wajah satu sama lain. Tapi harus diyakini, jalan kami ini adalah
jalan yang Insyaallah menjadi jalan terbaik bagi masa depan kami. *eaaaa*
Oh
ya, ada 4 anggota Dua Puluh Satu yang menempuh pendidikan di tempat yang sama.
4 orang tersebut diantaranya adalah saya, Ryani Amalia, Yuanita Oktaviani, dan
Larasati Isnaeni. Kami sedang menempuh pendidikan di sebuah tempat dengan
beasiswa penuh bagi mahasiswanya. Apa lagi kalau bukan Bogor EduCARE, kampus
berjuta mimpi dengan mahasiswa ber-almamater biru muda dan berprestasi tentunya.
Saya rasa hanya kami berempatlah yang paling sering bertatap muka 5 hari dalam
seminggu. Meskipun begitu, rasa cinta saya kepada Dua Puluh Satu tidak hanya
untuk tiga orang teman saya itu, tapi tetap menyeluruh untuk seluruh Dua Puluh
Satu (walau perasaan ini tak pernah terlihat *wkwkwk*)
Mungkin
cukup sekian yang dapat saya sampaikan. Kurang dan lebihnya mohon dimaafkan.