Facebook Twitter Google+ SoundCLoud

Selasa, 19 Mei 2015

Cinta Karena Terpaksa


Saya adalah seorang pemuda paskibra, tepatnya lulusan SMA yang dulunya mengikuti ekstrakulikuler Paskibra. Bukan sembarang paskibra, tapi paskibra yang luar biasa.
Semua berawal ketika MOS (Masa Orientasi Siswa) di SMA. Hari itu (entah hari ke-berapa) telah selesai dilaksanakan Demo Ekstrakulikuler sekolah. Sebenarnya saya ikut bergabung dalam demo ekstrakulikuler PMR  atas permintaan senior dan teman SMP saya. Awalnya saya memutuskan untuk mengikuti ekstrakulikuler PMR tersebut, namun teman saya (sebut saja Ahmad) menghasut saya agar mengikuti ekstrakulikuler Paskibra. Berhubung rasa penasaran saya terhadap paskibra juga muncul, alhasil saya mengisi formulir pendaftaran. Kalau boleh dibilang terpaksa, betul saya sangat terpaksa. Terpaksa karena belum sepenuhnya yakin dengan minat paskibra saya. Dan ternyata keputusan saya itu menimbulkan reaksi yang cukup menggelikan. Pada akhirnya saya tercap sebagai pengh**n*t oleh teman-teman PMR. Tapi saya tidak ambil pusing, hanya takut saja sesekali hahaha.
Oke sekarang topiknya Paskibra. Satu hari setelah pengisian formulir adalah hari dimana berkumpulnya para calon anggota baru Paskibra sekolah. Sudah terduga bahwa akan ada game-game berkelompok. Selain itu juga sudah pasti ada tes-tes tertentu. Dan di hari itu pula kami dikejutkan dengan sebuah permasalahan yang menyangkut-pautkan kami, para calon anggota baru. Setelah berbagai aksi terjadi, ternyata itu hanyalah tradisi tahunan untuk mencari calon pemimpin anggota angkatan saya. Ya, akhirnya kami, 21 orang yang awalnya hanya calon anggota, akhirnya resmi menjadi anggota tahun ke-21 (angka cantik bukan? Beberapa orang mengatakan bahwa angkatan kami adalah angkatan Bioskop).
Selepas kegiatan itu, kegiatan selanjutnya tidak lain adalah latihan, event internal, dan juga event eksternal seperti lomba. Omong-omong saya bingung mau bagaimana menceritakan yang satu ini. Intinya saya diberi mandat oleh Ketum saat itu untuk menjadi pemimpin angkatan 21, namun saya tidak sendirian tentunya. Saya didampingi oleh rekan perempuan saya, Ryani Amalia. Ya, saya menjabat sebagai Palu (Pak Lurah), dan Ryani menjabat sebagai Bulu (Bu Lurah).
Selama tiga tahun di SMA tepatnya bersama angkatan 21 ini banyak terjadi hal-hal yang “selalu” ditaburi oleh kekonyolan, mulai dari kegiatan yang menyenangkan sampai kegiatan yang menjengkelkan. Dari situlah rasa cinta kami terhadap satu sama lain timbul. Perasaan cinta yang sulit diungkapkan oleh kata-kata. Selama ini kami tertawa dan menangis bersama keluarga kecil yang tak terkalahkan oleh persahabatan manapun. Dan ada satu kejadian yang paling sulit dilupakan (mungkin), yaitu tragedi “Difference of Grade” di Sempur (Ampun ya, Akang dan Teteh). Sebetulnya sudah terlalu banyak kejadian konyol yang tak terlupakan yang ingin saya tuliskan, tapi mana sanggup merangkai kronologi kejadiannya satu per satu.
Selama tiga tahun tahun itu pula “seleksi alam” berlaku. Saya, tepatnya Kami, kehilangan banyak anggota. Namun Alhamdulillah, ada juga anggota baru yang berminat bergabung dengan kami. Sampai akhirnya lulus dari SMA kami dengan 11 anggota “TERKUAT” tetap menjadi Dua Puluh Satu yang mudah-mudahan bertahan hingga kami tua, bahkan hingga ajal menjemput (lebay ga sih?).
Saat ini, hampir setahun kami terpisah dari 21 yang terikat lingkungna sekolah. Kami harus melanjutkan pendidikan kami masing-masing. Sedih tentunya karena kini anggota Dua Puluh Satu berpencar masing-masing untuk melanjutkan kuliahnya. Tapi beberapa kali kami menyempatkan diri untuk berkumpul dan melepas rindu bersama, meskipun kami tidak pernah berkumpul secara lengkap lagi. Apa boleh buat? Jarak dan rutinitas baru kami yang kini merupakan penghalang paten bagi kami untuk bertatap wajah satu sama lain. Tapi harus diyakini, jalan kami ini adalah jalan yang Insyaallah menjadi jalan terbaik bagi masa depan kami. *eaaaa*
Oh ya, ada 4 anggota Dua Puluh Satu yang menempuh pendidikan di tempat yang sama. 4 orang tersebut diantaranya adalah saya, Ryani Amalia, Yuanita Oktaviani, dan Larasati Isnaeni. Kami sedang menempuh pendidikan di sebuah tempat dengan beasiswa penuh bagi mahasiswanya. Apa lagi kalau bukan Bogor EduCARE, kampus berjuta mimpi dengan mahasiswa ber-almamater biru muda dan berprestasi tentunya. Saya rasa hanya kami berempatlah yang paling sering bertatap muka 5 hari dalam seminggu. Meskipun begitu, rasa cinta saya kepada Dua Puluh Satu tidak hanya untuk tiga orang teman saya itu, tapi tetap menyeluruh untuk seluruh Dua Puluh Satu (walau perasaan ini tak pernah terlihat *wkwkwk*)
Mungkin cukup sekian yang dapat saya sampaikan. Kurang dan lebihnya mohon dimaafkan.

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Blogger Templates